PENDEKATAN NILAI-NILAI KEISLAMAN
TERHADAP INFORMASI SEBAGAI SUMBER BELAJAR
Oleh: Wiji Suwarno
Abstrak:
Informasi adalah rangkaian dari
berbagai data yang diolah sedemikan rupa yang memiliki arti sehingga bisa
pahami dan dimaknai oleh penerimanya.
Informasi dalam sudut pandang pendidikan merupakan sumber belajar yang
bisa mempengaruhi jiwa dan membawa perubahan ke arah yang lebih baik dan
relative permanen. Dalam perspektif nilai-nilai keislaman, sasaran belajar adalah
pada ranah hati, pikiran, perasaan dan mental.
Kata
kunci:
Informasi,
sumber belajar, nilai-nilai keislaman
Pendahuluan
Era modern yang didukung perkembangan teknologi dan
informasi memberikan nuansa baru bagi lahirnya informasi-informasi di berbagai
belahan dunia. Tidak sampai pada
hitungan hari, jam atau menit, informasi baru bisa lahir dan diketahui oleh
masyarakat. Sebut saja google yang sudah
dikenal sebagai mesin pencari (search engine) informasi yang handal,
yang memiliki kemampuan menghubungkan subjek informasi dengan objek sumber
informasi di jagat raya ini. Satu
sentuhan tombol “enter” di komputer yang terkoneksi dengan internet, di
sana akan bermunculan puluhan, ratusan atau bahkan mungkin ribuan data yang accessable. Jika
memandang kebermanfaatannya, maka kemudian sangat bergantung pada pelakunya.
Ada kalanya informasi menjadi satu objek berharga dimana
dengan informasi seseorang mampu menjangkau pengetahuan tentang sesuatu yang tanpa
batas. Alam pikiran seolah menjadi
berkembang dan mampu menaklukan batas-batas ruang dan juga tidak bergantung
pada ketersediaan waktunya. Informasi era
kini seolah menjadi “makhluk halus” yang bisa datang kapan saja, dapat dihadirkan diberbagai tempat dalam
kondisi apa saja sehingga dapat digunakan sesuai dengan keperluannya.
Informasi adalah data yang telah diproses ke dalam suatu
bentuk yang mempunyai arti bagi si penerima dan mempunyai nilai nyata dan
terasa bagi keputusan saat itu dan keputusan mendatang (Sutabri, 2005: 15). Informasi dapat mengenai data mentah, data
tersusun, kapasitas sebuah saluran komunikasi, dan sebagainya. Information is data that has been processed into a form that
is meaningful to the recipient and is of real or perceived value in current or
prospective actions or decisions.
Di lain pihak dikatakan bahwa informasi adalah sekumpulan data yang dikomunikasikan
dalam bentuk yang dapat dipahami. Informasi merupakan konten dari berbagai
format misalnya informasi yang tertulis atau tercetak, tersimpan dalam data
base, atau terkumpul dalam suatu internet. Informasi juga dapat berupa pengetahuan staf dalam suatu
organisasi (perekayasaan informasi, manajemen informasi dan ilmu informasi).
Istilah informasi mencakup berbagai aktivitas yang salin berkaitan menggunakan
istilah kepustakawanan.
Informasi adalah
bagian ilmu pengetahuan
Nabi Shalallahu ‘alaihi
wasallam mendo’akan orang yang mempelajari hadits Nabi agar diberikan cahaya di
wajahnya, beliau bersabda :
عن زيد بن ثابت قال: سمعت رسول الله صلى الله عليه وسلم يقول:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا
فَرُبَّ حَامِلِ فِقْهٍ إِلَى مَنْ هُوَ أَفْقَهُ مِنْهُ ثَلَاثٌ لَا يُغِلُّ
عَلَيْهِنَّ قَلْبُ مُسْلِمٍ إِخْلَاصُ الْعَمَلِ لِلَّهِ وَمُنَاصَحَةُ أَئِمَّةِ
الْمُسْلِمِينَ وَلُزُومُ جَمَاعَتِهِمْ فَإِنَّ الدَّعْوَةَ تُحِيطُ مِنْ
وَرَائِهِمْ
Ada
kalimat yang dapat dipetik terkait dengan belajar, yaitu:
نَضَّرَ اللَّهُ امْرَأً سَمِعَ مَقَالَتِي فَوَعَاهَا
وَحَفِظَهَا وَبَلَّغَهَا.....
“Semoga Allah memberikan nudlrah (cahaya di wajah) kepada orang
yang mendengarkan sabdaku lalu ia memahaminya, menghafalnya dan menyampaikannya…”.
Dikatakan dalam hadis di atas bahwa setiap orang yang
mendapatkan informasi, baik dari mendengar atau menbaca dari apa-apa yang
disampaikan Rasullullah, maka pada hakekatnya dia telah belajar. Menerima informasi, kemudian memahami, dan
disampaikan kepada orang lain adalah bentuk aktivitas yang mampu mempengaruhi
kondisi kognisi seseorang. Informasi
yang diterima jika disampaikan cenderung lebih lama berada dalam daya
ingatan.
Informasi adalah bagian dari data yang telah diolah sedemikian
rupa, sehingga informasi itu siap diakses oleh siapa saja yang kemudian menjadi
pengetahuan bagi penerimanya. Proses
semacam ini pernah dikemukakan oleh Hey (2004), sebagaimana dalam bagan
berikut:
Pada bagan ini dapat
diperoleh gambaran bahwa diawali dari data, informasi itu akan tercipta. Sedangkan lebih lanjut, informasi yang
diakses oleh masyarakat akan menjadi suatu pengetahuan yang berguna bagi
pemustaka. Di sinilah proses belajar itu
dimulai. Dimanan pengetahuan ini menjadi
bentuk perubahan bagi individu untuk memiliki perbedaan dari kondisi
sebelumnya. Maka perubahan itu menjadikan
seseorang akan bijaksana dalam menentukan sikap, maupun dalam mengambil
suatu keputusan. Jika hidup sudah
bertumpu pada kebijaksanaan ini, maka dapat dikatakan ia sudah menjadi
orang-orang yang memiliki pengpelajar,
berpengetahuan dan wawasan luas.
Prinsip
belajar
Belajar adalah menuntut ilmu, mencari sesuatu
yang belum diketahui. Belajar ini
dianjurkan sebagai upaya menanamkan semangat menggali dan memunculkan potensi
diri sehingga berguna bagi masyaraktat banyak.
Artinya: “menuntut dari buaian ke liang lahat”.
(HR. Muslim)
Ada baiknya jika sekilas kita menarik pada suatu
terminologi tentang pengertian belajar, agar menemukan satu titik pemahaman
terhadap berbagai aktivitas dimana belajar berada pada wilayah
pembahasannya. Menurut Winkel (1987), belajar
adalah semua aktivitas mental atau
psikis yang berlangsung dalam interaksi aktif dalam lingkungan, yang
menghasilkan perubahan-perubahan dalam pengelolaan pemahaman.
Selain itu, Ernest R. Hilgard dalam Suryabrata (1984:252) menerangkan bahwa belajar merupakan proses perbuatan yang
dilakukan dengan sengaja, yang kemudian menimbulkan perubahan, yang keadaannya
berbeda dari perubahan yang ditimbulkan oleh lainnya. Senada dengan itu Santrock
(1998) mengatakan bahwa Learning is
the relatively permanent change in behavior that occurs through experience.
Dari beberapa definisi di atas dapat diringkas
dalam satu perspektif bahwa belajar memiliki elemen penting, yaitu:
- Belajar berkaitan dengan adanya perubahan pada tingkah laku
- Perubahan pada tingkah laku itu disebabkan karena adanya latihan atau pengalaman
- Perubahan tingkah laku tersebut biasanya relatif permanen
- Perubahan tingkah laku tidak hanya pada perilaku yang terlihat (overt) tetapi juga pada tingkah laku yang tidak terlihat (covert)
- Perubahan tingkah laku dilakukan individu untuk beradaptasi pada lingkungannya.
Sumber
Informasi Untuk belajar Dalam Perspektif Islam
Islam memberikan penjelasan bahwa bayi lahir ini dalam
kondisi fitrah, yang berarti suci.
Setiap individu lahir dalam kondisi suci tidak terkontaminasi dosa
maupun noda-noda kesalahan dalam konteksi kebersihan batin. Maka diadopsi pula penjelasan ini oleh
Skinner (1904-190) adalah tokoh psikologi yang terkenal dengan teori
Stimulu-Respon (S-R) nya, memberikan keterangan bahwa manusia ini lahir itu
dianggap sebagai kertas putih (tabularasa), mau jadi apa ia kelak ketika
dewasa, bergantung pada lingkungan yang memberikan warna pada kertas tersebut.
Lingkungan yang dimaksud adalah keluarga, sekolah, dan atau
masyarakat yang lebih luas lagi. Dimana
dari lingkungan-lingkungan itu terdapat interaksi yang saling
mempengaruhi. Maka menurut Sopiatin
(2011, 40), kondisi individu ketika sedang dalam proses belajar, setidaknya ada
3 (tiga) aspek yang dekat dengannya yaitu: Pertama, pengolahan informasi. Informasi disini dimaksudkan sebagai
pesan-pesan yang ada dalam Alqur’an dan Hadits yang diterima oleh individu. Pesan-pesan ini akan menyentuh perasaan (the
sense), pemikiran (thinking),
yang dapat digunakan sebagai tools (sarana) untuk memecahkan suatu
masalah (problem solving).
Karenanya proses ini akan berkesan mendalam bagi individu yang bermuara
pada teringatnya informasi yang telah diterima.
Kedua
adalah bentuk kepribadian, kepribadian
seseorang sangat dipengaruhi oleh kualitas penerimaan informasi yang
datang. Terkait dengan itu maka
perhatian (attention), emosi (emosi) dan nilai (value) yang
dibawa oleh informasi itu akan membentuk kepribadian si penerimanya..
Ketiga,
adalah interaksi sosial, dimana individu sebagai makhluk sosial tidak akan bisa
menghindari sentuhan-sentuhan sosial di lingkungannya. Untuk lebih menguatkan
argument ini dapat dilihat dari bagan berikut:
|
Bagaimana informasi sebagai sumber belajar ini diperoleh?, Jawabannya adalah sebagaimana perintah Allah
SWT dalam Alqur’an dalam satu kata “Iqra”, yang bermakna bacalah. Membaca bukan hanya bermakna melafalkan
huruf-huruf, kata dan atau kalimat, melainkan memahami berbagai informasi yang
diterima melalui panca indera, yaitu informasi dari melihat, mendengar,
mencium, meraba dan merasa.
Ibnu Qayyim memberikan penafsiran tentang belajar dari
informasi yang diperoleh melalui mendengar, dikatakannya bahwa Nabi SAW mendoakan untuk orang yang mendengar
sabdanya, memahami, menghafal dan menyampaikannya. Inilah martabat-martabat
ilmu, yang dimulai dari belajar, membuat dirinya menguasai dan memahami
sesuatu.
Ada yang menarik disini bahwa belajar menghasilkan perubahan kearah kompetensi yang
baru dan relative permanen. Di sini barangkali bisa dibedakan antara pengertian
pendidikan dan belajar. Jika pendidikan
adalah usaha sadar dan terencana untuk mewujudkan suasana belajar dan
proses pembelajaran agar peserta didik secara aktif mengembangkan potensi
dirinya untuk memiliki kekuatan spiritual keagamaan, pengendalian diri,
kepribadian, kecerdasan, akhlak mulia, serta keterampilan yang diperlukan
dirinya, masyarakat bangsa dan negara. Maka
belajar merupakan proses mental, sikap dan atau perilaku yang diperoleh melalui
pengalaman, dan berakhir pada perubahan yang bersifat permanen. HR. Tirmidzi
memperkuat argument ini bahwa:
“bukanlah orang cerdik, kecuali yang
pernah tergelincir, bukan pula orang yang bijaksana kecuali orang yang
berpengalaman” (HR. Tirmidzi).
Belajar dalam kacamata Rasulullah adalah mengubah perilaku,
mendidik jiwa dan membina kepribadian manusia.
Sturktur
Kepribadian sasaran belajar dalam pendekatan keislaman
Belajar adalah kegiatan yang dapat memberikan perubahan
positif bagi eksistensi manusia. Menurut
Sopiatin (2011, 130 – 136), dalam Islam terdapat aspek dari struktur
kepribadian yang menjadi sasaran dalam belajar, diantaranya:
1.
Hati (qalb)
Qalb atau hati adalah suatu organ tubuh
yang menghasilkan pengetahuan yang benar, intuisi yang menyeluruh, mengehal
Allah SWT, dan misteri ketuhanan. Hati
adalah bagian organ segala sesuatu yang memenuhi syarat untuk mengetahui
berbagai ilmu. Sebab unsur didalamnya
ada niat, motivasi, keinginan dan sebagainya yang menjadi penggerak
kehidupan. Dalam istilah Faridi
(1993,59) qalb disebut sebagai intelliegent self, yaitu tempat
pertanggung jawaban manusia (qalb is the seat of human responsibility),
tempat mengaktualisasikan segala potensi ruhani, sehingga berdampak pada
tindakan atau perilaku. Sigmun Freud menggunakan istilah ego untuk
menyebut tindakan yang dilakukan secara sadar yang bersumber dari kehendak.
Qalb ini bagian sisi spiritual
manusia. Apa yang digetarkannya tidak
dapat dirasakan. Manusia perlu belajar
memberikan nutrisi ruhaniah kepada qalb ini sehingga menghasilkan perilaku yang
baik, yang berdasar pada norma agama dan sosial. Untuk merasakan getarannya dibutuhkan seni
tersendiri, yaitu dengan berdzikir, sholat, dan atau kegiatan lain yang
memungkinkan menjadi alat untuk mendekatkan diri dengan Tuhan.
2.
Jasmani (Jism)
Sasaran
belajar berikutnya adalah jasmani, yaitu struktur terluar manusia berupa badan
atau fisi biologis. Keberadaannya dapat
dilihat oleh mata, bentuk rupanya bisa langsung dinilai. Belajar mengolah jasmani artinya melakukan
kegiatan yang membuat jasmani ini menjadi bersih, menarik, sehat, dan memiliki pesona
bagi siapa saja yang menilai. Bentuk
belajar pada ranah ini adalah dengan berolah raga , yaitu melatih gerak otot
secara teratur, sehingga fisik menjadi sehat dan segar, serta menarik dalam
penampilannya.
Sesunggunnya
Allah menciptakan manusia ini dalam bentuk yang sempurna. Maka untuk menjaga kesempurnaan ini manusia
perlu bersyukur, yaitu dengan menafakuri nikmat-nikmat yang diberikan Allah,
merawat tubuh dengan baik, menjaga kesehatan dan senantiasa melakukan
kegiatan-kegiatan fisik yang mendukung.
3.
Hawa Nafsu (Nafs)
Nasfsu (nafs)
atau id, menurut Freud adalah keinginan manusia yang memerlukan pemuasan. Segala bentuk keinginan harus dituruti. Maka manusia ini perlu belajar mengendalikan
hawa nafsu ini. Tidak semua keinginan
adalah kebutuhan, dan tidak semua kebutuhan harus dipenuhi saat itu. Maka belajar memberikan porsi bagi kebutuhan
priotitas perlu dilakukan agar
keseimbangan antara id dan ego dapat terjaga.
Penutup
Sebagai penutup dapat
disimpulkan bahwa informasi merupakan sumber belajar yang dapat dijadikan
pijakan bagi individu untuk mengembangkan informasi ini menjadi pengetahuan
yang pada akhirnya menghasilkan perubahan kearah yang lebih baik dan bersifat
permanen. Adapun sasaran belajar dalam
pendekatan keislaman adalah diarahkan pada wilayah hati, pikiran, perasaan dan mental.
Demikian makalah ini
disusun dengan harapan dapat dijadikan sebagai kontribusi dalam pengembanan
khazahan ilmu pengetahuan.
Daftar pustaka
Hey,
Jonathan (2004). The data, information, knowledge, wisdom chain: The
metaphorical ink, New York.
Najati,
Utsman M (2003). Belajar EQ dan SQ Dari Sunah Nabi, Jakarta: Hikmah.
Santrock,
John W. (1998). Educational
Psychology; Classroom Update Preparing For Praxis And Practice,
Canada: McGraw Hill
Sopiatin,
Popi dan Sahrani, Sohari (2011), Psikologi Belajar dalam Perspektif Islam, Bogor:
Ghalia Indonesia.
Suryabrata,
Sumadi (1984). Proses Belajar Mengajar di Perguruan Tinggi, Yogyakarta:
Andi Offset.
Winkel
(1987), Psikologi Pengajaran, Jakarta: Gramedia